Merk Ponsel Ini Kembali Rajai Penjualan Hp di Indonesia
Aku bilang sih, peta persaingan ponsel di Indonesia itu lebih rame banget. Riuh, saling sikut, penuh strategi, dan yang paling seru, tiap merek datang dengan gaya masing-masing. Ada yang kalem tapi konsisten, ada yang agresif kayak sales ngejar target akhir bulan, ada juga yang dulu jaya, tapu sekarang lagi ngumpet di pojokan.
Nah, waktu aku baca laporan terbaru soal industri ponsel di Indonesia kuartal III tahun 2025, aku langsung mikir, “Oh… ini lagi pada adu napas panjang, ya.” Karena yang terjadi bukan sekadar siapa yang berhasil menjual hp paling banyak, tapi ini tentang siapa yang paling ngerti isi dompet dan isi kepala orang Indonesia.
Mari kita mulai dari Samsung. Bisa dibilang, Samsung ini adalah pemain senior yang nggak pernah benar-benar menghilang dari Line meskipun kadang-kad yaang terdengar senyap. Kalau aku bilang sih, Samsung kadang-kadang mundur sebentar buat ngambil ancang-ancang.
BTW, di kuartal III (2025) ini, Samsung berhasil naik lagi ke tahta nomor satu dengan pangsa pasar 20%. Naiknya juga bukan naik malu-malu, tapi tumbuh 30% year-on-year (YoY). Artinya, terjadi peningkatan sebesar 30% dibandingkan dengan periode waktu yang sama pada tahun sebelumnya). Itu angka yang bikin hp merek lain dag dig dug meski pura-pura santai.
Samsung ini tipikal pemain yang ngerti betul medan. Dia main di semua segmen. Mau entry-level ada, mau flagship ada, mau lipat-lipatan buat gaya hidup “aku mapan” juga ada. Jadi ketika pasar Indonesia lagi tumbuh dan orang-orang mulai ganti HP bukan cuma buat WhatsApp, tapi juga kerja, hiburan, dan pamer tipis-tipis, Samsung sudah siap di semua lini. Tinggal tinggal gas.
Nah, di sisi lain, ada Infinix, si pemain yang datang dengan energi anak muda yang habis minum es kopi susu tiga gelas. Pertumbuhannya sampai 45% YoY, dan pangsa pasarnya naik dari 9% ke 12%. Ini bukan angka kecil. Ini tanda bahwa HP murah tapi spesifikasi nggak malu-maluin itu, punya pasar yang sangat nyata di Indonesia.
Selanjutnya adalah Infinix. Kalau menurut aku dia ini pintar. Dia nggak sok jual mahal. Dia tahu banyak orang pengin HP yang penting lancar, layar gede, baterai awet, dan harga masih bisa ditawar sama dompet. Di saat ekonomi pelan-pelan membaik tapi orang tetap mikir dua kali sebelum beli flagship belasan juta, Infinix datang kayak temen yang bilang, “Tenang, gue ada opsi yang masuk akal.”
Lalu ada Xiaomi. Ini menarik, karena Xiaomi sebenarnya masih tumbuh, pengirimannya naik 5% YoY. Tapi pangsa pasarnya justru turun dari 19% ke 17%. Ibarat lomba lari, dia masih maju, tapi yang lain larinya lebih kencang. Xiaomi ini lagi di fase transisi. Dia nggak bisa selamanya dikenal sebagai “HP spek dewa harga miring”, tapi juga belum sepenuhnya jadi brand premium yang bikin orang beli karena gengsi.
Sementara itu, Oppo kelihatan mulai ngos-ngosan. Pertumbuhannya cuma 1% YoY, dan pangsa pasarnya turun dari 18% ke 16%. Padahal Oppo dulu identik dengan kamera cakep dan promosi masif. Tapi pasar berubah. Orang sekarang nggak cuma tanya “kameranya bagus nggak?”, tapi juga “HP ini tahan berapa lama?”, “update-nya rajin nggak?”, dan “harga segini masih masuk akal nggak?”. Pertanyaan-pertanyaan ini mulai menentukan.
Yang agak berat bebannya adalah Vivo. Pengirimannya turun sampai -6% YoY, dan pangsa pasarnya ikut menyusut dari 17% ke 14%. Ini sinyal bahwa strategi lama mungkin sudah perlu disegarkan. Pasar Indonesia itu setia, tapi bukan setia yang membabi buta. Kalau ada pilihan lain yang lebih relevan, orang-orang bisa pindah tanpa pamit.
Yang menarik, secara keseluruhan, pasar smartphone Indonesia justru tumbuh 12% YoY di kuartal III-2025. Artinya apa? Artinya orang Indonesia masih beli HP. Masih upgrade. Masih tertarik. Tapi alasannya berubah. Sekarang bukan cuma karena HP lama rusak atau jatuh ke got, tapi karena kebutuhan produktivitas, hiburan, AI, dan 5G.
HP sekarang bukan lagi barang mewah. Dia sudah jadi alat hidup. Buat kerja, buat belajar, buat hiburan, buat eksistensi. Dan ketika smartphone 5G makin terjangkau, plus fitur AI mulai masuk ke kelas menengah, orang merasa, “Oh, upgrade sekarang masuk akal.”
Kata orang Counterpoint, pertumbuhan ini juga dipengaruhi oleh meningkatnya kepercayaan konsumen. Aku setuju. Kalau orang lagi was-was, HP lama pun dipaksa bertahan. Tapi ketika kondisi mulai membaik, keinginan ganti HP muncul lagi, pelan tapi pasti.
Jadi peta persaingan ponsel di Indonesia saat ini bisa diringkas begini: Samsung kembali memimpin dengan strategi menyeluruh. Infinix naik cepat lewat entry-level yang agresif. Xiaomi masih kuat tapi perlu arah yang lebih tegas. Oppo dan Vivo sedang diuji untuk beradaptasi.
Bagaimana dengan kedepan-nya? Persaingan bakal makin seru. Karena konsumen Indonesia sekarang makin pintar. Mereka nggak cuma lihat merek, tapi lihat nilai. Dan di pasar seperti ini, yang menang bukan yang paling ribut, tapi yang paling ngerti kebutuhan orang.
Kalau ponsel itu lomba, maka Indonesia adalah lintasan yang panjang. Dan yang bisa bertahan bukan yang lari paling kencang di awal, tapi yang tahu kapan harus ngebut, kapan harus atur napas. Setuju?

Post a Comment for "Merk Ponsel Ini Kembali Rajai Penjualan Hp di Indonesia"